Posted by : hanunes Selasa, 03 November 2015

  Kesultanan Banten mencapai masa keemasan pada pemerintahan Sultan Abdul Fatah atau Sultan Ageng Tirtayasa (1651 - 1683). Beliau menjalankan politik anti - VOC, sebab menghalangi cita - citanya menjadi raja seluruh Jawa. Pada waktu itu Banten menjadi pelabuhan bebas dan pedagang asing boleh singgah di Banten. Sulta Ageng Tirtayasa menolak segala bentuk monopoli.
            Banten menyusun kekuatannya di Angke, berhadapan dengan kekuatan VOC di Tanggerang dan Batavia. Situasi ini membuat suasana tegang. Banten bekerja sama dengan Bengkulu, Cirebon, dan Mataram. Armada laut Banten di daerah Karawang diperkuat untuk mencegat keluar masuk armada VOC ke Batavia. Rupanya VOC juga menyiapkan pasukan yang berasal dari orang Melayu, Bugis, Bali, Makassar, dan Banda. Setelah persiapan matang, tahun 1656 Batavia diserang dari arah barat dan timur.
            Perkembangan yang terjadi di Banten membuat VOC merasa terancam. Banten dianggap saingan Batavia untuk menguasai jalur perdagangan Sunda - Malaka. Oleh karena iu, VOC berusaha menguasai Banten.
Tahun 1671 kapal - kapal Makassar mendarat di pelabuhan Banten yang memuat sekitar 800 pejuang sisa laskar Sultan Hasanuddin yang tidak bersedia mematuhi kerja sama dengan VOC. Mereka dipimpin Monte Marano siap bergabung dan memperkuat Banten. VOC semakin kesulitan menghadapi Banten. Dalam keadaan terdesak, VOC menjalankan politik adu domba antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putra pertamanya, yaitu Pangeran Abdul Kahar (Sultan Haji). VOC menebar isu bahwa Sultan Ageng Tirtayasa akan mengangkat adik Sultsn Haji, yaitu Pangeran Purbaya menjadi Sultan Banten.
            Siasat VOC tersebut adalah politik Devide et Impera (politik adu domba). Putra Sultan Ageng Tirtayasa yang bernama Pangeran Abdulkahar (Sultan Haji) dapat dihasut oleh VOC supaya merebut tahta kerajaan dari ayahnya. Akibatnya terjadilah perpecahan dalam keluarga Sultan Ageng Tirtayasa. Kesempatan ini digunakan sebaik - baiknya oleh VOC dengan memberikan bantuan kepada Pangeran Abdulkahar (Sulta Haji) untuk melawan ayahnya.
            Dalam menghadapi Belanda, Sulta Ageng Tirtayasa dibantu oleh Pangeran Purbaya, pangeran dari Cirebon, Sultan Sibori dari Ternate, dan raja Inggris. Untuk memperlemah kedudukan Belanda di Batavia, Sultan Ageng Tirtayasa mengadakan perang gerilya dan membakar kebun - kebun tebu di sebelah barat Ciangke. Tiga pangeran asal Cirebon yang berada di Banten dipulangkan kembali ke daerahnya untuk mengadakan perlawanan terhadap Belanda dari arah timur.
            Akhirnya, pada tahun 1683 pertempuran terjadi antara Sultan Ageng dan persekutuan VOC - Sultan Haji. Mereka tidak mampu menundukkan Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Haji lantas menjalankan siasat tipu muslihat dengan berunding. Dalam perundingan, sultan ditangkap dan dipenjarakan di Pulau Edam (perairan dengan Batavia) tahun 1691. Pangeran Purbaya melanjutkan perlawanan di Priangan Barat.

            Meskipun Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap, perlawanan rakyat Banten terhadap VOC tidak pernah padam. Pada tahun 1750 - 1752 rakyat Banten dipimpin KiaiTapa dan Ratu Bagus Buang melakukan perlawanan terhadap VOC. Dengan bantuan VOC, Sultan Haji bisa mengatasinya. Sebagai imbalan VOC diberi hak monopoli dagang di seluruh Banten. Selanjutnya Banten menjadi kerajaan tidak berdaulat karena Sultan Haji menjadi raja yang dikendalikan VOC.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Text Widget

About Me

Hanu Neda Septian biasanya dipanggil Hanu nama ilmiahnya Hanulus Septianus

Followers

rtutu

Pages

Copyright © Nes Hanu -Black Rock Shooter- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan